Direktorat Lalu Lintas Polda Sumsel
Profil
Sejarah Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Selatan dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Keadaannya tidak jauh berbeda dengan kondisi kepolisian yang ada di kota-kota besar lainnya di Nusantara. Struktur dan susunan organisasi yang ada dibentuk berdasarkan kesatuan-kesatuan kepolisian sebagai hasil beberapa kali reorganisasi. Pada masa penjajahan Belanda terdapat beberapa jenis kesatuan polisi, antara lain Polisi Lapangan (Veld Politia), Reserse Daerah (Gewestelijke Recherche), Polisi Kota (Staads- Politie), dan Polisi Umum (Algemene Politie).
Pembentukan kesatuan kepolisian diselaraskan dengan kebutuhan dan kondisi daerah Sumatera Selatan. Tujuannya, untuk melindungi orang-orang Belanda yang bekerja bagi kolonial. Sumatera Selatan sendiri mencakup tiga keresidenan, yaitu Keresidenan Palembang, Lampung, dan Bengkulu. Di dalam wilayah Keresidenan Palembang terdapat beberapa tempat controleur di antaranya di Lubuk Linggau, Lahat, Pagar Alam, Tebing Tinggi, Baturaja, Kayuagung, Sekayu, Belitung, dan Pangkal Pinang.
Perkembangan kepolisian di Sumatera Selatan di masa awal memang tak terlepas dari dinamika perjuangan rakyatnya dalam mempertahankan Kemardekaan RI. Keberadaan kepolisian Indonesia sebenarnya sudah ditetapkan oleh panitia Persiapan kemardekaan dalam sidang pada 19 Agustus 1945. Saat itu, ditetapkan Jabatan Kepolisian menjadi bagian dari Departemen Dalam Negeri. Namun karena situasi dan kondisi yang sulit Jabatan Kepolisian belum bisa dibentuk. Sementara di masing-masing daerah berinisiatif membentuk lembaga kepolisiannya.
Pada 21 Agustus 1945 di Palembang, Ak Gani yang dipercaya sebagai Kepala Pemerintahan RI untuk wilayah Sumatera Selatan menetapkan Asaari dan Komisaris Polisi RM Moersodo sebagai Kepala Kepolisian di Keresidenan Palembang Pada 23 Agustus 1945. Namun secara resmi Kepolisian Sumatera Selatan baru terbentuk pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini sesuai dengan pembentukan Jabatan Kepolisian Negara setelah terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelumnya, pada 10 Juli 1948 Pemerintah RI mengumumkan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan. Undang-undang ini bertujuan untuk menciptakan keseragaman sistem pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Berdasarkan ketentuan itu, Sumatera dikembangkan menjadi tiga, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Tengah, dan Provinsi Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera Selatan berkedudukan di Palembang. Wilayahnya mencakup Keresidenan Palembang, Keresidenan Lampung, dan Keresidenan Bengkulu. Struktur pemerintahan tersebut diikuti oleh Jabatan Kepolisiannya, sehingga Kepolisiannya di daerah Sumatera Selatan disebut Polisi Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan struktur yang ditentukan jabatan kepolisian pusat, maka Polisi Provinsi Sumatera Selatan membawahi Polisi Keresidenan Palembang, Lampung, Bengkulu, Bangka dan Belitung. Masing-masing Polisi Keresidenan membawahi Polisi Kabupaten di daerahnya masing-masing dan polisi-polisi sub wilayah sebagai ujung tombak dari Polisi Provinsi.
Memasuki periode 1950-1959, seksi lalu lintas lahir dalam wadah polisi Negara Republik Indonesia. Sebenarnya usaha-usaha penyusunan kembali organisasi polisi Indonesia itu sudah ada sejak diangkatnya Kepala Jawatan Kepolisian Negara, namun usaha itu terhenti pada saat pecah perang Kemerdekaan kedua (Clash II). Setelah penyerahan kedaulatan Negara Republik Indonesia tanggal 29 Desember 1943, baru dapat dilanjutkan kembali. Pimpinan polisi di daerah pendudukan yang dipegang oleh kader-kader Belanda diganti oleh kader-kader Polisi Indonesia. Hanya dalam mereorganisasi Kepolisian Indonesia dinamakan Jawatan Kepolisian dan pada masa terbentuknya Negara Kesatuan tanggal 17 Agustus 1950 berubah menjadi Jawatan Kepolisian Negara. Karena kemajuan dan perkembangan masyarakat yang mulai perlu diantisipasi, maka organisasi polisi memelukan penyesuaian agar dapat mewadahi dan menangani pekerjaan dengan cepat
Untuk itu diperlukan spesialisasi pada tanggal 9 Januari 1952 sehingga dikeluarkan order KKN Nomor. 6/IV/Sek 52 yang menegaskan dimulainya pembentukan kesatuan-kesatuan khusus seperti Polisi Perairan dan Udara, serta Polisi Lalu Lintas yang dimasukkan dalam pengurusan bagian organisasi. Polisi Lalu Lintas memiliki rumusan tugas, diantaranya mengurus lalu lintas, mengurus kecelakaan lalu lintas, pendaftaran nomor bewijs, motor brigade keramaian, dan komando pos radio dan bengkel.
Adapun pada masa Orde Lama, dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 juga merupakan momen yang menjadi sejarah perjuangan Polantas dalam masa perubahan bentuk Negara. Pada tanggal 23 Oktober 1959 dikeluarkan Peraturan Sementara Menteri /KKN Nomor. 2 PRA/MK/1959 tentang Susunan dan Tugas Markas Besar Polisi Negara. Ini yang memperluas status Seksi Lalu Lintas menjadi Dinas Lalu Lintas dan Polisi Negara Urusan Kereta Api (PNUK). Yang menjadi pimpinan di balik pengabdian Dinas Lalu Lintas dan Polisi Negara Urusan Kereta Api (PNUK) adalah Kepala Dinas Lalu Lintas dan PNUK pertama, Ajun Komisaris Besar Polisi Untung Margono yang menggantikan Komisaris Besar Polisi HS Djajoesman. Ia mengawali masa-masa penting polisi. Termasuk lahirnya Undang-Undang Pokok Kepolisian Nomor. 13/1961 tanggal 19 Juni 1961. Aturan ini bukan sekedar undang-undang tertulis, namun menjadi sejarah Kepolisian Republik Indonesia yang sangat penting sebagai realisasi cita-cita yang selalu menjiwai kehidupan Korps Kepolisian Negara seirama dengan gelora perjuangan rakyat.
Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda adalah Badan Staf dan pelaksanaan di tingkat Polda yang bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi Lalu Lintas Kepolisian yang mendukung pelaksanaan Operasi Kepolisian Tingkat Kewilayahan. Kepolisian Daerah Sumatera Selatan dalam memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas, berupaya meningkatkan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat khususnya bagi pengguna jalan di Sumatera Selatan melalui pengembangan Traffic Management Centre (TMC) dengan pemberdayaan teknologi komunikasi dan informasi dengan harapan dapat memberikan segala bentuk pelayanan informasi kepada seluruh masyarakat yang berada di Sumatera Selatan serta para wisatawan domestik dan mancanegara sehingga mendapatkan kemudahan akses dalam berlalulintas di Sumatera Selatan
Direktorat Lalu Lintas menjadi simbol kuat. Pertama kali digunakan di tingkat pusat. Prosesnya jelas, pada tanggal 23 November 1962 dikeluarkan peraturan 3M Menteri/KSK Nomor. 2PRT/KK/62. Hal itu membentuk kembali Dinas Lalu Lintas yang terpisah dari Polisi Tugas Umum, sedangkan PNUK tetap dimasukkan dalam jajaran Polisi Tugas Umum. Kemudian pada tanggal 14 Februari 1964 dengan Surat Keputusan 3M Menpangab Nomor Pol. 11/SK/MK/64, Dinas Lalu Lintas diperluas statusnya menjadi Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas).
Selanjutnya pada masa orde baru, karena pengalaman pahit dari peristiwa G30S/PKI yang mencerminkan tidak adanya integrasi antar unsur-unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), maka untuk meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden Nomor. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen Pertahanan Keamanan (Hankam) meliputi Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU) yang masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam)
Organisasi baru ditubuh Polri lahir atas hasil penjabaran dikeluarkannya Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Nomor. Pol 113/SK/1979 tanggal 17 Sepetember 1970 tentang Organisasi Staf Umum dan Staf Khusus serta Badan-Badan Pelaksana Polri Bidang lalu lintas. Dua tahun sebelum surat keputusan ini (tahun 1968), di tingkat pusat dibentuk Pusat Kesatuan Operasi Lalu Lintas (Pusatop Lantasi) dengan komandan KBP Drs. UE Medelu. Dengan keluarnya SK tersebut berubah kembali menjadi Direktorat Lalu Lintas tahun 1970, yang merupakan salah satu unsur Komando Utama Samapta Polri, sehingga kemudian disebut Direktorat Lalu Lintas Komando Samapta (Komapta).
Pada tahun 1984, Dinas Lalu Lintas diperkecil menjadi Sub Lalu Lintas Polri di bawah Dit Samapta. Namun, karena adanya kebutuhan yang tinggi maka dikembalikan lagi menjadi Dit Lalu Lintas Polri dan langsung di bawah Kapolri. Perkembangan terus terjadi pada tahun 1991 tepatnya tanggal 21 November 1991, Sub direktorat Lalu Lintas dikembangkan kembali organisasinya menjadi Direktorat Lalu Lintas Polri, berkedudukan di bawah Kapolri yang sehari-harinya dikoordinasikan oleh Deputi Operasi Kapolri.
Di era reformasi, Polri terlepas dari orgaisasi ABRI/TNI. Dengan sendirinya Polri tidak lagi berada di bawah Menhankam/Pangab. Tetapi sudah sebagai institusi yang independent dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, maka Kapolri berada di bawah serta bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Begitu pula dengan Direktorat Lalu Lintas, berada di dalam wadah Badan Pembinaan Keamanan Polri (Babinkam Polri).
Saat ini reformasi birokrasi di lingkungan Polri terus bergulir, meliputi reformasi, instrumental, struktural, dan cultural. Reformasi instrumental meliputi kendaraan dan teknologi pendukung tugas Polri di lapangan. Karena diharapkan tugas Polri menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya, sehingga harus memelihara peralatan yang dimiliki agar berfungsi dengan baik dan dapat membantu kinerja polisi di lapangan. Kemudian berdasarkan Peraturan Presiden Nomor. 52 tanggal 4 Agustus tahun 2010, Dit Lantas Polri menjadi Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas Polri). Korlantas Polri berkedudukan langsung di bawah Kapolri, bertugas untuk membina dan menyelenggarakan fungsi Lalu Lintas meliputi pendidikan masyarakat, penegakan hukum, pengkajian masalah lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor seperti patroli jalan raya
Sumber: http://repository.radenfatah.ac.id/10615/3/BAB%20III.pdf